Manusia tinggal di dunia hanya untuk waktu yang sangat singkat. Di sinilah, manusia diuji, dilatih dengan berbagai macam tantangan kemudian dipaksa meninggalkan dunia menuju kehidupan akhirat di mana ia akan tinggal selamanya. Harta benda serta kesenangan di dunia yang dibangga-banggakan manusia suatu saat harus ditinggalkan. Harta benda, kekayaan dan anak adalah titipan yang suatu saatakan diminta kembali oleh sang khaliq. Secara logis, apa yang di usahakan manusia belum tentu ia nikmati, seorang yang bekerja membanting tulang siang jadi malam dan malam jadi siang hanya untuk memnuhi kebutuhan hidupnya, membeli rumah, kendaraan dan lainnya sebenarnya itu adalah kekayaan anak cucu. Bila anak cucu yang mewarisi hasil yang diusahakan dengan jerih payah ternyata tidak bisa memanfaatkan dengan baik, apalagi sampai menjadi rebutan maka alangkah celakanya orang tuanya. Sudah bekerja membanting tulang namun tidak menikmati hasil semuanya dan meninggal dunia meninggalkan anak yang membuat masalah. Naudzubillah
Kekayaan apa yang diberikan yang diberikan Allah kepada manusia adalah sebuah fasilitas untuk mendekatkan diri kepadaNya bukan sebaliknya menjadikan manusia lupa dangan kenikmatan-kenikmatan dari Allah. kehidupan dunia adalah ujian dari Allah, baik itu berupa kesulitan maupun kesenangan. Banyak orang yang ketika di uji oleh Allah dengan kesulitan memohon kepada Allah dan bekerja keras dan sampailah pada puncak kesulitan dan lulus uian. Namun setelah puncak maka yang terjadi adalah jalan yang turun dan terjal menghadang, bila tidak punya rem maka akan sangat berbahaya bila diibarakan orang yang naik dan turun gunung. Tiba waktunya Allah menguji dengan kenikmatan, disinilah banyak orang yang tidak lulus ujian. Banyak contoh setelah hidupnya berkecukupan lupa shalat, suka selingkuh dan sombong. Disinilah letak kelupaan manusia akan jati dirinya yanitu dari mana ia diciptakan dan kemana ia dikembalikan. manusia adalah makhluk suka berbuat salah dan lupa, untuk itu saling mengingatkan dan menerima masukan akan menjadikan manusia selalu ingat akan jati dirinya. Ibarat hp bila tidak di cash maka energy akan terus berkurang. Cash keimanan itu adalah dengan perbanyak muhasabah dan mendengarkan tausiyah serta mempelajari apa maksud Allah menurunkan kitab suci.
Akan tetapi, orang yang ingkar tidak akan mampu memahami kenyataan ini sehingga mereka berperilaku seakan-akan segala sesuatu di dunia ini miliknya. Hal ini memperdaya mereka karena semua kesenangan di dunia ini bersifat sementara dan tidak sempurna, tidak mampu memuaskan manusia yang diciptakan untuk keindahan kesempurnaan abadi, yaitu Allah. satu missal, ketika seseorang belum punya kendaraan ia berpikir, betapa bahagianya bila mempunyai motor, namun setelah punya motor ia bekembang lagi alangkah bhagianya mempunyai mobil dan seterusnya tidak akan selesai sampai tubuh kaku membujur ke utara kembali ke perut bumi. Allah menjelaskan betapa dunia merupakan tempat sementara yang penuh dengan kekurangan, Seperti yang tertulis dalam Al-Qur`an, orang-orang musyrik hidup hanya untuk beberapa tujuan, seperti kekayaan, anak-anak, dan berbangga-bangga di antara mereka. Dalam ayat lain, dijelaskan tentang hal-hal yang melenakan di dunia,
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah, ‘Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’ Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya (Ali Imran: 14-15)
Sebenarnya, kehidupan di dunia tidak sempurna dan tidak berharga dibandingkan kehidupan abadi di akhirat. Untuk menggambarkan hal ini, dalam bahasa Arab, dunia mempunyai arti yang berkonotasi “tempat yang sempit, gaduh dan kotor” Nikmat sehat akan terasa bila seseorang sakit, nikmat sempat akan dirasakan ketika dalam kesempitan, dan nikmat hidup hanya dapat dirasakan setelah mati. Manusia menganggap usia 60-70 tahun di dunia sangat panjang dan memuaskan. Akan tetapi, tiba-tiba kematian datang dan terkubur di liang lahad. Sebenarnya, hal yang pasti adalah kematian, sejauh angan manusia untuk menjauhinya, sejauh langkah untuk menjauhinya maka angan dan langkah itu adalah sebuah waktu yang terus berjalan, perjalanan waktu adalah perjalanan kehidupan yang pasti akan sampai finish. ketika kematian mendekat, baru disadari betapa singkatnya waktu di dunia. Pada hari dibangkitkan kelak Allah akan bertanya kepada manusia.
“Allah bertanya, ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman, ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.’ Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? ( al-Mu’minuun: 112-115)
Orang-orang yang berada di jalan ini digambarkan Al-Qur`an surat Albaqarah :86 sebagai orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat yang tidak akan diringankan siksanya dan tidak di tolong. Kehidupan akhirat yang kekal dikorbankan dengan sekedar kehidupan dunia yang fatamorgana. Kehidupan bukanlah sebuah permainan gambler, untung-untungan namun kehidupan dunia adalah sebuah ladang persemaian akhirat. Orang yang menanam padi, jagung, dan tanaman yang bermanfaat lainnya pasti ditumbuhi dengan berbagai macam cobaan dan rintangan, rumput yang subur, kekuarangan air, kekuarangan pupuk, bahkan dicuri orang. Itulah gambaran kehuidupan dunia ini, namun bila tanaman itu di jaga dan dirawat dengan baik dengan penuh ketelatenan maka hasil yang berlipat ganda dari modal pokok pasti akan di dapat.
Sebuah misteri yang luar biasa adalah kehidupan, dari sari pati tanah tumbuh menjadi tanaman, di manfaatkan manusia dan kembali ke tanah. Dari makanan yang awalnya hidup dari saripati tanah kemudian menjadi makhluk yeng bernama manusia dan akhirnya akan kembali ke tanah. Dari asal yang sama namun menghasilkan wujud yang beda, siapa yang mengatur? Dari satu tetes air keudian menjadi tangan, kaki, mulut, bahkan ribuan sel dalam otak maka siapa yang memilah dan memilih? Milyatan makhluk mikroba yang tidak dapat dilihat oleh mata kepala karena kecilnya maupun milyatan planet yang juga tidak dapat di lihat oleh mata kepala karena begitu besar dan jauh dalam dimensi jarak, akankah terjadi dengan sendirinya? Siapa yang berkehendak? Pasti dan pasti ada yang mengatur, memilih, memilah dan berkehendak. Secara akal akan sangat mustahil, namun semua telah terjadi dan akan terjadi di luar kekuasaan akal manusia. Akankah masih ada yang meragukan kekuasan sang pengatur, pemilih dan kehendak untuk membangkitkan manusia lagi?
“Sesungguhnya, orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan (Yunus: 7-8)
Begitu banyak jalan untuk menyemai ladang akhirat, dan jaminan Allah tidak akan mengurangi kenikmatan di dunia, bahkan menambahnya. Sebagai seorang guru misalnya mengajar dengan tulus karena Allah dibanding dengan guru yang angan-angannya dunia (materi) sama-sama akan mendapatkan gaji, namun kepercayaan dan keberkahan akan terlimpah pada yang tulus. Sebagai orang tua yang bekerja dan mendidik anak dengan tulus dan orientasi akhirat di banding dengan orang tua yang berorientasi hanya dunia dengan sama-sama mengeluarkan tenaga dan biaya maka bila kesuksesan anak yang orang tuanya berorientasi akhirat maka orang tua pasti di muliakan di dunia dan akhirat, namun bila kesuksesan di raih oleh anak yang orang tuanya ber orientasi dunia maka orang tuanya hanya akan dapat kemuliaan di dunia, itu saja kalau anaknya tidak lupa (karena tanpa orintasiakhirat), namun bila di landasai dengan keimanan, maka birrul walidain (berbakti pada orang tua) pasti akan dilakukan oleh anak yang sholeh (orintasi akhirat)
Bagi mereka yang lupa bahwa dunia merupakan tempat sementara dan mereka yang tidak memperhatikan ayat-ayat Allah, tetapi merasa puas dengan permainan dunia dan kesenangan hidup, menganggap memiliki diri mereka sendiri, serta menuhankan diri sendiri, Allah akan memberikan hukuman yang berat. Al-Qur`an menggambarkan keadaan orang yang demikian,
“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). (an-Naazi’aat: 37-39)
Wallahu a’lam bis showab, Semoga bermanfaat …